Wellcome

Total Tayangan Halaman

Lumpur Lapindo

Senin, 16 Mei 2011


Lumpur Lapindo Melahirkan Pulau Sarinah

by Pamungkas
 
Ilustrasi (Foto: Koran SI)
Ilustrasi (Foto: Koran SI)
SIDOARJO - Bagi warga Desa Tlocor, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, nama Pulau Sarinah tidak asing lagi. Karena pulau seluas 80 hektare itu berada di Muara Sungai Porong yang bisa ditempuh setengah jam.

Namun, tidak semua orang tahu Pulau Sarinah yang kini banyak dikunjungi wisatawan lokal karena lokasinya cukup nyaman untuk hobi mancing.

Ternyata Pulau Sarinah merupakan pulau baru hasil dari sedimentasi lumpur yang keluar dari lumpur Lapindo, di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong. Hampir lima tahun lumpur itu dibuang ke Sungai Porong, kini menghasilkan hamparan pulau di pesisir timur Sidoarjo.

“Kalau pagi hari kita bisa melihat pemandangan matahari terbit. Jadi tidak usah jauh-jauh ke Bali kalau hanya ingin melihat matahari terbit,” ujar Jakfar, salah satu warga  Jabon yang kerap berkunjung ke Pulau Sarinah.

Pemandangan sangatlah bagus jika pagi hari, ketika matahari mulai terbit. Yang membedakan dengan pantai Kuta dan Sanur hanyalah pasirnya saja. Pulau Sarinah hanyalah hamparan lumpur berwarna pekat yang dibentuk seperti pulau. Di tepi dipasang karung pasir agar lumpur dari muara yang disedot tidak kembali lagi ke sungai.

Pulau Sarinah merupakan sebutan yang biasa digunakan nelayan dan warga Tlocor. Sehingga, pulau yang berasal dari sedimentasi lumpur tersebut kini mulai dikenal dengan nama Pulau Sarinah. Untuk memudahkan perahu merapat, di pulau itu juga didirikan dermaga. Selama ini, Pulau Sarinah lebih sering digunakan pusat penelitian beberapa universitas dan aktivis lingkungan dengan menanam mangrove di kawasan itu. tapi kini, Pulau Sarinah sudah mulai dikenal dan menjadi jujugan wisatawan.

Untuk bisa sampai ke pulau itu tidaklah sulit. Meski jaraknya cukup jauh dari Sidoarjo, namun jalan masuk menuju ke pulau itu sudah bagus. Setelah melewati jembatan Porong, wisatawan langsung belok kiri ke arah timur sekitar 15 kilometer sudah sampai di Dermaga Tlocor. “Dari dermaga bisa naik perahu. Banyak nelayan yang menyewakan perahu. Biasanya untuk mancing seharian di pulau Sarinah,” ujar Jakfar.

Dari Dermaga Tlocor, wisatawan bisa menikmati suasana sungai yang sisi kanan dan kirinya dipenuhi pohon bakau dan sejenis api-api. Ombak yang tak seberapa besar membuat perahu cukup tenang. Jika air sedang surut, perjalanan naik perahu untuk bisa sampai ke Pulau Sarinah tak lebih dari setengah jam. Namun, jika air pasang waktu yang dibutuhkan cukup lama.

Bagi warga yang menyewakan perahu, selama ini mereka hanya melayani wisatawan yang akan mancing saja. Namun, seiring dikenalnya Pulau Sarinah itu, kini banyak wisatawan yang datang dan menyewa perahu sekedar berkunjung ke Pulau Sarinah. “Kalau sewa perahu pulang pergi (PP) biasanya Rp150 sampai Rp200 ribu,” ujar Sudarno, salah satu warga Tlocor yang biasanya menyewakan perahu.

Mereka mengaku, setelah diresmikannya akses jalan dari Porong menuju Tlocor serta dermaganya, harapannya semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Pulau Sarinah. Sebab, selama ini pengunjung biasanya datang setiap akhir pekan saja. “Biasanya Sabtu dan Minggu banyak pengunjung yang mancing dan menyewa perahu,” ujar salah satu pemilik perahu yang disewakan.

Jika dikelola dengan baik, Pulau Sarinah akan menjadi salah satu tujuan wisata di Sidoarjo. Sebab, masyarakat akan penasaran seperti apa pulau yang terbuat dari lumpur. Apalagi, kalau di pulau itu diberi fasilitas tempat  wisata alam. Tentunya akan lebih menarik wisatawan yang senang berpetualang. “Kalau di pulau itu diberi semacam paket penginapan dan areal tempat mancing tentunya akan lebih ramai,” ujar Sutrisno, salah satu warga yang juga pernah ke Pulau Sarinah.

Pantai Sarinah sampai saat ini masih diuruk lumpur yang menumpuk di muara sungai. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), sampai saat ini masih mengoperasikan satu unit kapal keruk yang  mengeruk lumpur kemudian dimasukkan ke dalam pulau lumpur. Selain itu, untuk memperindah Pulau Sarinah pemerintah pusat beberapa waktu lalu juga menanam ribuan pohon mangrove.

Selain Pulau Sarinah, dikawasan pesisir muara Sungai Porong juga terdapat beberapa pulau yang bisa dikunjungi, seperti Pulau Pitu. Meski tidak ada penghuninya, namun dikawasan itu cukup menarik untuk dikunjungi. Disela-sela mancing, biasanya pengunjung beristrirahat dikawasan itu.

“Saat ini pulau lumpur masih belum semuanya menjadi daratan. Tapi nantinya kalau setiap hari lumpur di muara dan disedot ke dalam pulau, diharapkan bisa menjadi kawasan wisata yang cukup diminati,” ujar Humas BPLS Akhmad Kusairi.

Korban Lumpur Lapindo

Korban Lumpur Lapindo Jadi Miliarder?

E-mail Print PDF
-Entah apa yang dirasakan oleh korban lumpur Lapindo bila membaca pernyataan Ical—panggilan akrab Aburizal Bakrie—di portal berita Detik.com (25 Januari). Ical mengatakan bahwa warga yang menjadi korban semburan lumpur Lapindo telah mendapat uang pengganti dan bantuan dalam nilai di atas rata-rata. Judul berita di portal itu pun berbunyi, Ical: Korban Lumpur Lapindo Jadi Miliarder.

Menurut Ical, dari 12 ribu kepala keluarga korban semburan lumpur, sebanyak 11.920 di antaranya sudah selesai. Sedangkan untuk 80 orang sisanya belum dibayarkan karena tidak setuju dengan program tersebut. Benarkah demikian? Fakta di lapangan ternyata berbicara lain. Menurut pendamping korban lumpur Paring Waluyo, dari 13.200 warga yang rumahnya tenggelam, baru 55 persen yang telah dibayar lunas. Sedangkan yang 45 persen dan sebagian warga desa lainnya belum dibayar lunas.

Jumlah korban lumpur yang menderita bukanlah sekadar angka-angka statistik. Adalah Mbok Jumik, pengungsi korban lumpur di Sidoarjo, yang harus meninggalkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidoarjo karena tidak sanggup membayar biaya rumah sakit. Mbok Jumik adalah perempuan berusia 52 tahun. Pada Minggu, 30 November 2008, Mbok Jumik mengembuskan napas terakhir. Ia meninggal dengan tetap menyandang status sebagai korban lumpur.

Sebelumnya, tepatnya pada Juni 2008, Mbok Jumik mulai merasakan sakit luar biasa di perutnya. Pada saat itu keluarga Mbok Jumik membawanya ke RSUD Sidoarjo. Sekitar dua minggu Mbok Jumik dirawat di rumah sakit. Namun, karena tak mampu membiayai ongkos rumah sakit, keluarga Mbok Jumik membawanya pulang ke pengungsian korban lumpur di Pasar Baru Porong. Hingga pada akhirnya Mbok Jumik meninggal di pengungsian. Jika korban lumpur telah menjadi miliarder, mungkin Mbok Jumik tidak akan mengalami nasib yang tragis seperti itu.

Entah mengapa Ical selalu saja membela posisi Lapindo dalam kasus semburan lumpur di Sidoarjo? Padahal, di beberapa media massa, ia mengatakan sudah tidak lagi turut campur dalam urusan bisnis Grup Bakrie, apalagi Lapindo. Di Jakarta, mungkin dengan tanpa beban Ical bisa mengatakan bahwa korban lumpur telah hidup sejahtera, bahkan telah menjadi miliarder. Namun, kenyataannya di Porong, Sidoarjo, kondisi kian gawat. Persoalan korban lumpur bukan sekadar kehilangan rumah dan tanah. Kini, setiap hari warga Porong harus senantiasa bersiap menjadi pengungsi di kampungnya sendiri. Bagaimana tidak, dampak buruk semburan lumpur Lapindo kian meluas dan tak terkendali.

Di kawasan Porong, kini telah terjadi penurunan tanah yang membahayakan konstruksi rumah. Rumah yang semula tidak tenggelam oleh lumpur pun teran
cam roboh. Hidup dalam kondisi darurat. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi warga Porong saat ini. Bukan hanya penurunan tanah. Gas liar yang mudah terbakar pun muncul di kawasan itu. Menjelang Idul Fitri tahun 2010, dua warga Porong telah menjadi korban semburan gas liar itu. Kedua orang itu adalah Purwaningsih dan Dedy Purbianto. Semburan gas liar yang mengandung metan dari lumpur Lapindo tiba-tiba terbakar dan melukai tubuh mereka.
Bukan hanya itu, sejak muncul semburan lumpur pada 2006, warga Porong pun harus menghirup udara beracun setiap hari. Temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mengungkapkan adanya peningkatan jumlah orang yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Porong. Pada 2006, saat munculnya semburan Lapindo, jumlah penderita ISPA mencapai 26 ribu orang, tapi pada 2008 silam meningkat menjadi 46 ribu orang. Celakanya, warga Porong tidak cukup memiliki uang untuk menanggung biaya kesehatan dan keselamatan jiwanya. Mereka telah lama kehilangan mata pencarian. Terkait dengan hal itulah pernyataan yang mengatakan bahwa korban Lapindo telah menjadi miliarder berpotensi menambah luka di hati warga Porong yang kini hidup dalam kondisi darurat kemanusiaan. Ironisnya lagi, pemerintah ataupun Lapindo sulit dimintai pertanggungjawaban atas penderitaan warga Porong selama hampir lima tahun terakhir ini.

Bagaimana tidak, hingga kini kedua pihak itu masih yakin bahwa semburan lumpur Lapindo adalah bencana alam dan tidak terkait dengan aktivitas pengeboran. Dengan keyakinan seperti itu, mereka mengira, bila persoalan ganti rugi yang kemudian dibelokkan menjadi jual-beli aset itu sudah selesai, selesai pula penderitaan korban lumpur.

Baik pemerintah maupun Lapindo tidak peduli bahwa mayoritas para pakar pengeboran internasional, dokumen rahasia Medco, dan hasil audit BPK dengan jelas menyatakan bahwa semburan lumpur Lapindo terkait dengan pengeboran. Bahkan mantan Ketua BPK, Prof Anwar Nasution, dalam presentasinya tentang kasus Lapindo menyebut kasus itu sebagai A Case of State’s Failure to Control Corporate Greed, atau kegagalan negara dalam melakukan kontrol terhadap keserakahan korporasi.

Mungkin Pak Ical dan juga para pejabat tinggi di negeri ini belum pernah dan tidak akan pernah sama sekali merasakan penderitaan panjang korban lumpur Lapindo. Korban lumpur Lapindo telah kehilangan hampir semua yang dimilikinya. Penderitaan mereka telah melewati batas-batas kewajaran. Padahal warga Porong juga manusia seperti kita. Mereka berhak hidup layak seperti warga negara lainnya. Tidak pantas rasanya kita membuat luka hati mereka semakin menganga akibat pernyataanpernyataan kita yang tak terjaga.

Tsunami Aceh

Bencana Gempa dan Tsunami Aceh, 26 Desember 2004, Kisah Kelam di Ujung Tahun.

by Pamungkas
26 Desember 2004…..
Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.
Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2/1) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir.
Sementara itu data jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara.
Iitulah kisah suram 5 tahun silam yang terjadi di penghujung tahun 2004 silam. Namun, seiring waktu berjalan, segala perbaikan terus berjalan. Setidaknya, begitulah yang terbaca dan terdengar di media massa.
Akan tetapi, ironinya, masih terlihat adanya barak-barak yang berpenghuni, seperti di bantaran sungai Krueng Aceh, yang di kenal dengan Barak Bakoy. Memang kita tidak bisa menduga, apa yang terjadi ? Dengan dana yang melimpah, di dukung oleh sumber daya manusia yang multi culture, high intelegence, tapi semua ini masih terhidang di depan kita. Aneh..
Barak bakoy adalah salah satu bukti dari kisah silam yang masih ada, mungkin juga masih ada bakoy-bakoy lain yang belum sempat penulis tahu.

Radiasi Sinar Gamma

Induksi Mutasi Dengan Menggunakan Sinar Gamma Pada Varietas–Varietas Krisan

liamutasi11Radiasi ion telah dilaporkan oleh beberapa peneliti dapat digunakan untuk induksi mutasi somatik pada krisan. Di dalam penelitian ini perakitan varietas krisan tipe spray dari kultivar Sri Rejeki, Dewi Sartika, Chandra Kirana, Sakuntala dan Cat Eyes telah dilakukan menggunakan iradiasi sinar gamma. Stek berakar kultivar-kultivar krisan tersebut diiradiasi sinar gamma dengan dosis 0, 10, 15, 20, dan 25 Gy di P2IR Batan, Pasar jumat, Jakarta. Selanjutnya stek ditanam di rumah plastik Balai Penelitian Tanaman Hias pada tahun 2003. Iradiasi sinar gamma mengakibatkan penurunan daya hidup tanaman, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan peningkatan/penurunan jumlah bunga pita dan bunga tabung serta abnormalitas bunga. Perubahan bentuk dan warna bunga terdeteksi pada tanaman yang diiradiasi dengan sinar gamma di atas 15 Gy. Daun Dewi Sartika yang diiradiasi 15 gy menjadi variegata. Sebanyak 5 mutan yang berubah bentuk bunga atau daunnya telah diperoleh dari hasil penelitian ini. Karakterisasi terhadap morfologi tanaman mutan berbeda nyata dibandingkan dengan aslinya.
Kata kunci : krisan, sinar gamma, mutasi
ABSTRACT. Sanjaya, L., Y. Supriyadi, R. Meilasari dan K. Yuniarto, 2004. Gamma Ray Induced Mutation in Chrysanthemum Varieties. Ionizing radiations have been used successessfully for the induction of somatic mutations in chrysanthemum by a number of researchers which have been mentioned in various publications. In this study the improvement of Chrysanthemum cv. Sri Rejeki, Dewi Sartika, Chandra Kirana, Sakuntala and Cat Eyes using gamma irradiation was carried out. Rooted cuttings of the cultivars were irradiated with 0, 10, 15, 20, and 25 Gy of gamma rays. Reduction in survival treated plants, plant height, stem diameter, leaf number, and increased/decreased ray and disk floret and flower abnormalities were observed after irradiation. Changes in flower shape and colour were detected in the dose above of 15 Gy. Variegated leaves were found on D. Sartika irradiated with 15 Gy. Five flower shape mutans have been isolated. Comparative morphological characterization of the mutans showed significantly different in some characters over those of their original cultivars.
Keywords : Chrysanthemum morifolium RAMAT, gamma rays, mutation
Krisan (Chrysanthemum morifolium Ramat) merupakan salah satu tanaman hias yang sangat populer di Indonesia. Beragam varietas krisan diperjual-belikan di pasar lokal dengan variasi bunga yang sangat luas. Tingginya permintaan pasar menuntut para pemulia untuk menghasilkan jenis-jenis baru sesuai preferensi pasar. Sejauh ini varietas baru diperoleh dari program pemuliaan konvensional melalui persilangan terprogram yang melibatkan tetua terpilih. Lima belas varietas novel telah dihasilkan dari program persilangan yang kini sedang dipersiapkan sistem pemasarannya. Dalam upaya mempercepat perolehan varietas-varietas unggul baru krisan perlu ditempuh penerapan teknik pemuliaan yang lebih efektif dengan menggunakan iradiasi sinar gamma (Datta dan Banerji, 1993).
Keefektivan teknik iradiasi sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik krisan telah dibuktikan oleh beberapa orang peneliti. Banerji dan Datta (1992) menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma dengan dosis 15, 20 dan 25 Gy menginduksi mutan somatik krisan cv. Java. Mutan tersebut memiliki perbedaan sitogenetik dan morfologi dibandingkan dengan cv. Java asli. Empat jenis mutan baru krisan juga diperoleh dari aplikasi iradiasi sinar gamma cv. Kalyani Mauve dengan dosis 25 Gy. Dari penelitian yang sama diperoleh hasil bahwa iradiasi sinar gamma menekan pertumbuhan vegetatif, merangsang abnormalitas pembentukan bunga dan menginduksi perubahan bentuk dan warna bunga (Datta dan Banerji, 1993). Datta (1987) menyatakan bahwa teknik mutasi iradiasi telah digunakan secara luas untuk perbaikan varietas tanaman hias yang diperbanyak secara vegetatif. Bahkan berbagai mutan tanaman hias, seperti Bougenvillea, Hibiscus, Acalypha dan Dahlia, telah dipasarkan secara luas kepada masyarakat sejak tahun 1973.
Di dalam penelitian ini dilakukan iradiasi sinar gamma pada lima varietas krisan dengan tujuan untuk mendapatkan mutan-mutan novel yang sesuai dengan preferensi konsumen dan meningkatkan keragaman genetik krisan dalam upaya memperkaya koleksi plasma nutfah. Adapun hipotesis yang diajukan ialah iradiasi sinar gamma pada dosis tertentu dapat menginduksi mutasi somatik pada varietas krisan.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di rumah plastik Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung dan Pusat Penelitian Aplikasi Isotop dan Radiasi, BATAN – Pasar Jum’at Jakarta. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok pola faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah genotipe krisan, terdiri atas lima varietas, yaitu Sri rejeki, Dewi Sartika, Chandra Kirana, Sakuntala dan Cat Eyes. Sedang faktor kedua adalah iradiasi sinar gamma, tersusun dari lima tingkat dosis, yaitu 0 (kontrol), 10, 15, 20, dan 25 Gy. Bahan tanaman yang digunakan yaitu stek pucuk berakar (rooted cuttings). Stek pucuk tersebut diperoleh dari tanaman induk yang dipelihara dalam rumah kaca di bawah kondisi hari panjang (penyinaran 16 jam/hari). Stek pucuk diakarkan dalam media kuntan/sekam bakar. Waktu yang dibutuhkan untuk pengakaran stek pucuk adalah 11-14 hari. Iradiasi stek pucuk krisan dilakukan di laboratorium P2IR, BATAN-Jakarta. Stek pucuk diiradiasi sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Jumlah materi tanaman yang diiradiasi adalah 64 stek pucuk per perlakuan.
Setelah diiradiasi, stek pucuk langsung ditanam di rumah plastik Balithi – Segunung. Penanaman stek berakar pascairadiasi dilakukan di bedengan dengan ukuran 1 X 1 m persegi atau 64 tanaman / plot dengan jarak tanam adalah 12.5 X 12.5 cm. Tanah diolah dan dicampur dengan pupuk kandang 30 ton/ha dan humus bambu secukupnya. Pupuk Urea, TSP dan KCl masing-masing diberikan dengan dosis 200 kg/ha, 300 kg/ha dan 350 kg/ha. Pupuk Urea susulan diberikan kembali ketika tanaman berumur 1 bulan setelah tanam sebanyak 100 kg/ha. Sampai dengan 30 hari setelah tanam, pertanaman dipelihara di bawah kondisi hari panjang dengan penambahan cahaya buatan 70 lux/m2 selama 4 jam mulai pukul 22.00 sampai dengan 02.00. Nite break diberlakukan selama periode penambahan cahaya buatan dengan pola 7.5 menit terang dan 22.5 menit gelap dengan delapan siklus.
Seleksi mutan dilakukan ketika tanaman telah berbunga dengan cara mengamati segala penyimpangan morfologi dari seluruh tanaman, termasuk komponen vegetatif dan generatif. Tanaman atau bagian tanaman yang mengalami mutasi dipisahkan dari kelompok tanaman lainnya untuk dikultur secara in vitro.
Parameter yang diamati meliputi adalah (1) persentase stek yang bertahan hidup, (2) jumlah tunas aksiler tanaman, (3) lingkar batang dan jumlah daun, (4) keragaan daun dan bunga, dan (5) frekuensi terjadinya mutan (jumlah mutan dibagi dengan jumlah seluruh stek yang diiradiasi sinar gamma dikali 100%.
Hasil dan Pembahasan
Persentase Tanaman yang Bertahan Hidup.
Persentase tanaman yang hidup dari stek pucuk yang diiradiasi sampai dengan 4 minggu setelah tanam tidak berbeda nyata di antara varietas dan dosis iradiasi. Pada periode pengamatan 4 minggu setelah tanam lebih dari 94 % populasi tanaman masih mampu bertahan hidup. Populasi tanaman varietas Sakuntala dan Cat Eyes bertahan hidup 100%. Sementara populasi tanaman varietas Chandra Kirana menurun hingga 94%, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Keragaman persentase tanaman hidup mulai terjadi pada minggu ke 6 setelah tanam. Di antara varietas yang diuji ditemukan perbedaan persentase hidup yang nyata. Pada pengamatan 10 minggu setelah tanam, persentase tanaman hidup yang tertinggi dijumpai pada Cat Eyes dan terendah Chandra Kirana. Aplikasi sinar gamma nyata menekan jumlah tanaman yang hidup. Makin tinggi dosis iradiasi, makin rendah persentase hidup tanaman. Pada 16 minggu setelah tanam terjadi penurunan persentase hidup tanaman, yaitu sekitar 39.0 – 77.0%. Persentase tanaman hidup nyata dipengaruhi oleh dosis iradiasi sinar gamma. Pada tingkat dosis radiasi tertinggi, persentase hidup tanaman menurun menjadi 25.63%. Kematian tanaman secara perlahan diduga berkait erat dengan gangguan fisiologi tanaman. Menurut Datta et al. (1994) perlakuan iradiasi menyebabkan gangguan pada sistem regulasi fotosintesis, sehingga terjadi penghambatan pertumbuhan tanaman. Pada dosis yang lebih tinggi terjadi kematian sel-sel meristematik di daerah titik tumbuh. Dengan demikian sel-sel tersebut gagal menjalankan fungi fisiologinya yang berakibat pada kematian seluruh tanaman (Nagatomi, 1996; Liang Qu, 1996). Namun tingkat ketahanan sel tanaman terhadap iradiasi sinar gamma beragam dengan kultivar. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian ini dimana varietas Cat Eyes ternyata lebih tahan terhadap iradiasi sinar gamma dibandingkan dengan varietas lainnya. Menurut Nagatomi et al. (1992) salah satu yang mempengaruhi ketahanan terhadap iradiasi gamma adalah kemampuan tanaman mengalihkan lintasan fisiologi manakala lintasan utama mengalami kerusakan akibat iradiasi ion.
Penentuan LD50. Berdasarkan data dalam Tabel 1 pada pengamatan minggu ke 16 dapat dihitung nilai LD50 yaitu pada dosis 17.5 Gy. Hasil penelitian Bussey (1979) menunjukkan bahwa induksi mutan planlet krisan dapat dilakukan dengan mengaplikasi sinar gamma pada tingkat LD50, yaitu di sekitar dosis 30 Gy. Hal serupa juga dikemukakan oleh Datta & Banerji (1993) bahwa mutasi gen krisan dapat diinduksi dengan mengaplikasikan sinar gamma dengan dosis 25 Gy. Berdasarkan fenomena ini nampak bahwa bahan tanaman yang akan diiradiasi sangat berperan dalam penentuan LD50. Dengan membandingkan hasil penelitian Bussey (1979) dan Datta & Banerji (1993) terhadap hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa stek berakar cenderung lebih rentan terhadap iradiasi gamma dibandingkan planlet krisan.
Tabel 1. Persentase tanaman yang hidup dari stek yang diradiasi gamma /Percentage of surviving plant from iradiated cutting
Perlakuan/Treatments
Persentase Tanaman Yang Hidup dari Stek Yang diiradiasi / Percentage of Surviving Plants from Iradiated Cuttings
4 MST
10 MST
16 MST
Varietas/Cultivar
Sri Rejeki
99.00 a
94.00 b
39.00 a
Dewi Sartika
97.00 a
97.00 b
45.00 a
Chandra Kirana
94.00 a
82.00 a
49.00 a
Sakuntala
100.00 a
98.00 b
60.00 bc
Cat Eyes
100.00 a
100.00 b
77.00 c
Sinar Gamma / gamma rays (Gy)
0
100.00 a
100.00 b
100.00 c
10
99.38 a
97.50 ab
89.38 c
15
96.88 a
94.38 ab
64.75 b
20
96.88 a
86.88 a
52.60 b
25
92.69 a
74.36 a
25.63 a
*) Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada tiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada 5% / Means followed by the same letters on each coloum were not significantly different according to DMRT 5%
Jumlah Tunas Aksiler Tanaman. Jumlah tunas aksiler tanaman pada 6, 9 dan 12 MST disajikan dalam Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah tunas aksiler pada tiap minggu pengamatan berbeda nyata antar varietas dan dosis sinar gamma. Tunas aksiler meningkat dari satu waktu pengamatan ke waktu pengamatan lainnya. Besarnya peningkatan jumlah tunas aksiler ternyata beragam di antara varietas yang digunakan. Pada 6 MST, varietas Cat Eyes memiliki tunas aksiler yang terbanyak, namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Sakuntala dan Dewi Sartika. Pola penambahan tunas aksiler di antara varietas pada 9 MST sama dengan jumlah tunas aksiler saat 6 MST. Sementara pada 12 MST, jumlah tunas yang terbanyak ditemukan pada varietas Cat Eyes dan Dewi Sartika dan secara statistik berbeda nyata dibandingkan dengan varietas lainnya. Jumlah tunas aksiler terendah dijumpai pada varietas Sri Rejeki dan Chandra Kirana. Pengaruh dosis iradiasi gamma terhadap perubahan kecepatan pertumbuhan stek pucuk terjadi sejak 6 MST. Pada semua periode pengamatan, tanaman kontrol menghasilkan tunas terbanyak dan secara statistik berbeda dengan tanaman yang diiradiasi. Jumlah tunas paling sedikit didapatkan pada tanaman yang diiradiasi dosis di atas 20 Gy dan secara statistik berbeda nyata dengan dosis iradiasi dibawah 15 Gy.
Tabel 2. Jumlah tunas aksiler dari tanaman yang hidup/Numbers of axillary buds of surviving plants
Perlakuan/Treatments
Jumlah tunas aksiler dari tanaman yang hidup /Numbers of axillary buds of surviving plants
6 MST
9 MST
12 MST
Varietas/Cultivar
Sri Rejeki
2.00 a
2.75 a
3.00 a
Dewi Sartika
2.75 ab
3.50 ab
4.50 b
Chandra Kirana
2.00 a
2.50 a
2.75 a
Sakuntala
2.75 ab
3.00 ab
3.50 ab
Cat Eyes
3.00 b
3.75 b
4.75 b
Sinar Gamma / gamma rays (Gy)
0
4.80 c
5.20 c
6.30 c
10
3.50 b
4.20 b
4.60 b
15
3.00 b
3.80 b
4.10 b
20
2.00 a
2.20 a
2.40 a
25
1.75 a
1.90 a
2.20 a
*) lihat Table 1
Lingkar Batang dan Jumlah Daun Tanaman.
Lingkar batang semua varietas tanaman tidak berbeda nyata. Sedang jumlah daun paling tinggi didapatkan pada varietas Cat Eyes dan terendah pada varietas Sri Rejeki dan Chandra Kirana. Perbedaan jumlah daun pada berbagai varietas ini mungkin berkaitan dengan genetiknya. Pertumbuhan lingkar batang dan jumlah daun tertekan sejalan dengan peningkatan dosis iradiasi sinar gamma. Pada tingkat dosis yang tertinggi, lingkar batang dan jumlah daun tanaman krisan mencapai titik terendah, yaitu masing-masing 0.88 cm dan 2.75 helai. Lingkar batang tanaman yang diiradiasi dosis di bawah 15 Gy tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol. Secara statistik jumlah daun tanaman yang diiradiasi dosis di atas 20 Gy berbeda nyata dengan jumlah daun tanaman kontrol. Aplikasi 20 Gy tidak memberi pengaruh jumlah daun yang signifikan dibandingkan dengan aplikasi 25 Gy sinar gamma (Tabel 3).
Tabel 3. Lingkar batang dan jumlah daun tanaman yang hidup/Stem round and leaf number of surviving plants
Perlakuan/Treatments
Lingkar batang dan jumlah daun tanaman yang hidup/Stem round and leaf number of surviving plants
Lingkar batang / stem round (cm)
Jumlah Daun / leaf numbers
Varietas/Cultivar
Sri Rejeki
0.93 a
3.60 a
Dewi Sartika
0.90 a
4.20 ab
Chandra Kirana
0.91 a
3.60 a
Sakuntala
0.92 a
3.80 ab
Cat Eyes
0.96 a
4.40 b
Sinar Gamma / gamma rays (Gy)
0
1.34 b
6.25 b
10
1.29 b
6.15 b
15
1.17 b
5.95 b
20
0.89 a
4.00 ab
25
0.88 a
2.75 a
*) lihat Table 1
Seleksi Mutan dari Tanaman Yang Telah Berbunga.
Seleksi mutan dilakukan dengan mengkarakterisasi individu-individu tanaman yang sedang berbunga. Dari karakterisasi tersebut diperoleh hasil bahwa iradiasi sinar gamma pada dosis 25 gy mengalami hambatan yang ditandai dengan malformasi daun dan batang serta kematian titik tumbuh. Tanaman-tanaman tersebut akhirnya tidak dapat dikarakterisasi.
Iradiasi sinar gamma ternyata menekan pertumbuhan vegetatif tanaman krisan yang ditandai dengan nilai rataan parameter tinggi tanaman, diameter batang, panjang ruas yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa radiasi. Makin tinggi dosis radiasi sinar gamma, makin rendah nilai rataan parameter vegetatif. Penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman yang terbesar mencapai 37.07% yaitu pada Dewi Sartika.
Tabel 4. Karakterisasi mutan terseleksi pada berbagai varitas krisan / Characterization of selected mutan of various Chrysanthemum varieties
Klon
Dosis Radiasi
(Gy)
Tinggi Tanaman (cm)
Warna daun (cm)
Bentuk Bunga
Sri Rejeki
0
15
20
56.40
54.30
55.00
Hijau
Hijau
Hijau
Dekoratif
Dekoratif
Dekoratif
Dewi Sartika
0
15
20
58.00
43.50
36.50
Hijau
Variegata
variegata
Tunggal
Tunggal Tunggal
Candra Kirana
0
15
20
69.00
57.00
49.90
Hijau
Hijau
Hijau
Tunggal
Ganda
Tunggal
Sakun-tala
0
15
20
87.00
61.00
54.00
Hijau
Hijau
Hijau
Dekoratif
Dekoratif
Dekoratif
Cat Eyes
0
15
20
95.00
92.00
90.00
Hijau
Hijau
Hijau
Anemon
Anemon
Semi Rage
Klon
Warna Bunga
Frekuensi Mutan
Jumlah Disk Floret
Jumlah Ray Floret
Sri Rejeki
Putih
Putih
Putih
0.00
5.07
24.07
32
12
21
94
183*)
74
Dewi Sartika
Pink
Pink
pink
0.00
25.00
10.64
96
99
98
26
28
28
Candra Kirana
Ungu
Ungu
Merah
0.00
25.00
14.40
123
348
143
34
58
37
Sakun-tala
Kuning
Kuning
Kuning
0.00
5.00
9.00
-
-
-
245
250
265
Cat Eyes
Kuning
Kuning
kuning
0.00
35.00
20.00
300
450
500
45
30
25
Sampai dengan dosis 10 Gy nilai parameter bentuk dan warna bunga serta jumlah disk dan ray floret tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan tanaman kontrol. Perubahan morfologi daun hanya terjadi pada varietas Dewi Sartika. Daun Dewi Sartika yang diiradiasi dengan dosis 15 Gy menjadi variegata, yaitu daun berwarna hijau dan kuning pada setiap helainya. Warna kuning muncul pada salah satu atau kedua tepinya, ataupun pada bagian tengahnya (Gambar 1). Perubahan tipe dan warna bunga terjadi pada varietas Chandra Kirana yang diiradiasi dosis 15 Gy. Tipe bunga Chandra Kirana yang asalnya tunggal/singel (1-2 baris bunga pita) menjadi ganda/dobel (3-4 baris bunga pita) (Gambar 2). Warna bunga pita Chandra Kirana yang asalnya ungu menjadi merah (Gambar 3). Pada Sri Rejeki yang diiradiasi 20 Gy, perubahan bentuk bunga ditandai dengan peningkatan/penurunan secara nyata terhadap jumlah bunga pita dan kehilangan bunga tabung (Gambar 4a). Mutan Sri Rejeki yang mengalami peningkatan jumlah bunga pita akan memperlihatkan ukuran kepala bunga yang lebih tinggi dibandingkan kepala bunga tanaman kontrol (Gambar 4b). Selain jumlah bunga pita yang meningkat, petal varietas Sakuntala yang diiradiasi 20 Gy nampak lebih tebal sehingga bunga nampak lebih kekar dan kesegarannya lebih lama (Gambar 5). Kebanyakan bunga mutan yang ditemukan pada varietas Cat Eyes yang diiradiasi 20 Gy menjadi lebih jelek daripada bunga aslinya. Keragaan bunga Cat Eyes yang kurang baik dikarenakan penurunan jumlah bunga pita dan pertambahan jumlah bunga tabung ataupun meleburnya dua kepala bunga (Gambar 6). Terhadap mutan-mutan yang memperlihatkan keragaan lebih baik dibandingkan aslinya segera diperbanyak untuk dikaji lebih lanjut genetiknya. Bunga pita khimer hasil penelitian ini akan dikultur secara in vitro menggunakan formula media yang disarankan oleh Chakrabarty et al. (1999). Sementara itu daun variegata diperbanyak secara konvensional pada media kuntan maupun secara in vitro menggunakan media kultur yang disarankan oleh Malaure et al. (1991).
liamutasi1
Gambar 1. Daun Dewi Sartika Yang Diiradiasi Menjadi Variegata
liamutasi21
Gambar 2(kiri) Tipe Bunga Chandra Kirana Yang Diiradiasi Menjadi Ganda dan Gambar 3 (kanan). Warna Bunga Pita Chandra Kirana Yang Diiradiasi Menjadi Merah
liamutasi3
Gambar 4a (kiri). Bunga Pita & Tabung Sri Rejeki Yang Diiradiasi Mengalami Distorsi dan Gambar 4b (kanan). Kepala Bunga Sri Rejeki Yang Diiradiasi Menjadi Lebih Tinggi
liamutasi4
Gambar 5 (kiri) Petal Bunga Sakuntala Yang Diiradiasi Menjadi Tebal Dan Lebih Tahan Penyakit dan Gambar 6 (kanan). Bunga Pita & Tabung Cat Eyes Yang Diiradiasi Menjadi Distorsi
Kesimpulan
1. Iradiasi gamma cenderung menekan pertumbuhan vegetatif dan menyebabkan malformasi bunga, namun perakitan varietas baru krisan dengan cara ini sangat dimungkinkan.
2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 5 mutan krisan hasil iradiasi sinar gamma terhadap varietas Sri Rejeki, Dewi Sartika, Chandra Kirana, dan Sakuntala dengan menggunakan stek pucuk berakar.
3. Semua mutan dengan keragaan yang lebih baik dari aslinya kini dikultur secara in vitro untuk diperbanyak dan diuji stabilitas genetik maupun preferensi konsumen.